Webinar UMN: Potensi Sampah Makanan untuk Energi Terbarukan
Juli 3, 2020Webinar DKV UMN: Belajar Kesalahan Noobs Dari Mahasiswa DKV
Juli 3, 2020
TANGERANG – Teknologi digital telah mengubah banyak aspek kehidupan dan segala persendiannya. Hal ini membuat banyak perusahaan berlomba-lomba untuk memanfaatkan peluang teknologi ini untuk mengkomunikasikan keunikan merk mereka masing-masing. Melihat perkembangan tersebut, Fakultas Seni dan Desain Universitas Multimedia Nusantara (FSD UMN) mengadakan webinar ‘Bertarung di Dunia Maya: Memahami Peran Digital Media dalam Mengkomunikasikan Keunikan Merk’ pada Kamis (25/6) dengan menghadirkan pembicara dosen-dosen DKV UMN; Darfi Rizkavirwan, Erwin Alfian, dan Roy Anthonius S.
Pada kesempatan tersebut, Darfi memaparkan topik ‘Entering New “Age” Normal’ yang menurutnya Covid-19 telah membalikkan dunia kita, seperti dalam cara kita berbelanja, bekerja, bersosialisasi, dan berkomuter. Dalam kondisi seperti ini, akselerasi transformasi digital terjadi semakin instan. Misalnya, seperti platform komunikasi online yang menjadi hal wajib bagi masyarakat; perubahan perilaku dari ‘wants’ menjadi ‘needs’; serta pola belanja online yang kian meluas jenis kebutuhannya (dari non-esensial ke esensial).
“Transformasi digital telah terjadi secara cepat, masif dan menjadi keharusan di masyarakat. Pengalaman digital makin baik, ‘omni channel’ makin relevan,” kata Darfi yang juga Project Supervisor dari Gramedia Manufacturing ini.
Omni-channel adalah cara penyampaian pesan dan image brand yang terintegrasi melalui banyak channel serta melibatkan data untuk membangun customer journey yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan perilaku konsumen masa kini yang suka berbelanja di manapun, kapanpun dan dengan perangkat apapun.
“Customer itu lebih knowledgable, mereka biasanya akan lebih paham karena sumber informasi itu dia dapat dari banyak media. Lalu lebih interactive, customer sekarang lebih suka sesuatu yang menarik, unik dan interaktif. Bersyukurlah sekarang semua sudah sangat maju sehingga apapun menjadi mudah. Inilah yang harus kita manfaatkan untuk menghadapi ‘new normal’ customer,” tambah Darfi.
Lebih lanjut, ia memaparkan ‘tipe konsumen “baru” dalam merespon kondisi pandemi’ menjadi: The Worrier; The Individualist; The Rationalist; The Activist; dan The Indifferent. Melalui tipe-tipe ini, terungkaplah qapa saja kebutuhan customer di masa ‘new normal’ ini. Menurutnya, konsep 4C (Connection, Choice, Convenience, and Conversation) saat ini lebih relevan dibandingkan dengan konsep 4P (Product, Price, Place, and Promotion).
“Kalau kita sudah bisa mencapai ekspektasi mereka, biasanya mereka yang akan jadi advocate buat kita, artinya mereka bisa bilang bahwa kekuatan Word of Mouth dapat menjadi kekuatan bisnis atau merk kita untuk menjadi lebih maju,” tegas Darfi.
Pada kesempatan yang sama, Erwin memaparkan tentang bagaimana visual menjadi sangat penting untuk brand/merk. Ia menampilkan contoh-contoh yang membandingkan produk dengan jenis dan kualitas sama, namun berbeda kemasan. Menurutnya, visual yang dituangkan dalam kemasan suatu produk dapat juga berperan dalam membangun value; menerjemahkan value; dan mengekspresikan value dari suatu brand/ merk. Ia juga menjelaskan apa kriteria inovasi yang dapat digolongkan sebagai ‘anti-mainstream’.
“Ada yang revolutif, jadi kita membuat yang baru/beda dari sebelumnya; kemudian evolutif, berubahnya pelan-pelan dari hasil revisi sebelumnya; atau sintetis, menggabungkan beberapa ide jadi satu ide baru; re-aplikasi yaitu ide yang sudah ada tapi dipakai dengan cara yang baru; atau merubah perspektif seperti ‘paradoks’ yang memberi sudut pandang berbeda dari yang sudah ada.” jelas Erwin.
Sementara itu, Roy Anthonius memaparkan topik ‘Designing Digital Campaign’. Digital Campaign sendiri adalah serangkaian aktivitas media online sebagai upaya mendorong terjadinya keterlibatan aktif audiens sehingga pada akhirnya dapat memenuhi tujuan masing-masing.
“Imbas dari Digital Campaign yang buruk atau tidak efektif akan mengakibatkan rendahnya kepercayaan publik terhadap konten atau strategi digital dari brand. Walau demikian, hampir seluruh keputusan berbelanja oleh pelanggan di dunia digital dipengaruhi oleh sosial media,” kata Roy.
Ia juga memaparkan tentang kesalahan umum para pemula yang menjalankan digital campaign, seperti:
(1) Tidak ada Goal, Objectives, Roadmap;
(2) Konten tidak sesuai dengan Brand Values;
(3) Visual desain yang tidak konsisten dan tidak menarik;
(4) Target audiens terlalu luas mencakup semua segmen;
(5) Tidak ada diversifikasi, konten yang redundant di seluruh platform;
(6) Terlalu fokus pada followers tanpa engagement;
(7) Integrasi media digital yang kurang optimal.
“Setiap digital campaign umumnya cuma ada dua pendekatan; awareness atau attract. Awareness itu menciptakan impresi, sementara attract menciptakan kebutuhan atau permintaan. Kalau bicara dalam konteks strategi marketing, biasanya awareness itu ‘soft-selling’ dan attract itu ‘hard-selling’,” pungkasnya. (VM/CRA)
*by Virino Miracle – Universitas Multimedia Nusantara News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id