Berbagi Pengalaman Jurnalistik Dalam Perayaan 19 Tahun National Geographic Indonesia
April 3, 2024UMN Menyambut Kepulangan Awardee IISMA 2023
April 15, 2024(Dok. Marketing Communications UMN)
TANGERANG – Dalam rangka memperkuat demokrasi di era modern, Universitas Multimedia Nusantara (UMN) mengundang Vera Zakem, Chief of Digital Democracy and Rights Officer, USAID, Washington DC, untuk berdiskusi mengenai demokrasi dan hak asasi manusia secara digital dalam kuliah umum yang bertajuk “Tomorrow’s Voices: Uniting Youth for Digital Democracy and Human Rights.” Kuliah umum ini dihadiri oleh beberapa pimpinan dan perwakilan UMN, serta tim Vera.
“Indonesia adalah salah satu negara dengan pengguna media sosial terbesar, namun kita bertanya-tanya apa yang mereka lakukan dengan media sosial mereka. Jika mereka menggunakan media sosial hanya untuk hiburan atau bercanda, itu tidak berguna. Kita beruntung bisa menghadirkan pembicara khusus dari Amerika Serikat untuk melihat bahwa literasi sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan demokrasi,” ujar Dr. Ninok Leksono, M.A., Rektor UMN, saat membuka acara tersebut.
Bangkitnya Represi Digital
(Dok. Marketing Communications UMN)
Mengawali kuliah tamu, Vera membahas mengenai demokrasi digital dan integritas informasi. Perkembangan adaptasi teknologi digital yang begitu cepat telah mengubah dunia, bagaimana kita dapat membangun ekosistem digital yang mendukung nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia?
Seperti semua hal, perkembangan teknologi digital memiliki pro dan kontra. Vera menyampaikan bahwa teknologi digital memiliki kekuatan untuk melakukan hal-hal yang baik seperti memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan hasil pembangunan, dan mengangkat jutaan orang dari kemiskinan.
Namun, meskipun teknologi digital memiliki potensi yang sangat besar untuk membantu masyarakat hidup lebih bebas dan sejahtera, teknologi digital juga memiliki risiko yang signifikan terhadap data privasi warga negara, kebebasan pers, dan pada dasarnya, kebebasan berekspresi.
(Dok. Marketing Communications UMN)
“Otoriter dan pelaku kejahatan, siapa pun mereka, di mana pun mereka berada, dapat menggunakan kecerdasan buatan dan teknologi baru lainnya untuk menyebarkan narasi palsu serta menyebarkan ujaran kebencian dan pelecehan online dalam skala besar. Mereka dapat menargetkan warga sipil dan warga negara, membungkam suara anak muda dan memanipulasi opini publik,” ujar Vera.
Kini, ketika kehidupan kita semakin terjalin dengan perangkat teknologi, represi digital telah menjadi alat kontrol yang penting. Ini adalah sesuatu yang sedang dicoba untuk diatasi dalam demokrasi digital.
Internet pada awalnya dibayangkan sebagai ruang utama untuk kebebasan berbicara dan kemerdekaan. Sayangnya, di beberapa negara, ruang digital untuk keterbukaan, komunikasi, dan kerja sama justru menjadi alat penyensoran, penindasan, dan pengawasan.
Ia kemudian melanjutkan dengan membagikan beberapa contoh bahaya yang dihadapi oleh keberadaan AI dan kemajuan teknologi. Salah satu aspek yang ia tekankan adalah para otoriter yang menggunakan ranah digital untuk membungkam dan membatasi perbedaan pendapat.
(Dok. Marketing Communications UMN)
“Sekarang, para otoriter meniru bahasa demokrasi dan hak asasi manusia di ruang digital, bekerja untuk tujuan mereka sendiri dan mendiskreditkan istilah-istilah tersebut. Sebagai contoh, salah satu cara yang mereka lakukan adalah melalui sistem hukum dan regulasi. Salah satunya adalah Peraturan Perlindungan Data Umum Eropa, yang melindungi informasi pribadi di Uni Eropa dan dapat digunakan sebagai alat penindasan jika disalahgunakan oleh rezim otoriter,” jelas Vera.
Kebanyakan rezim otoriter akan menggunakan “Hukum Berita Palsu” (Fake News Law). Vera menjelaskan bahwa mereka membuat seolah-olah mereka mencoba untuk mengatasi dan menyelesaikan disinformasi, padahal pada kenyataannya, mereka mencoba untuk mengkriminalisasi kebebasan berbicara.
“Pemerintah yang represif menggunakan undang-undang palsu tersebut untuk, sekali lagi, tidak hanya menyensor tetapi juga mengontrol informasi yang diterima warga negara. Sekarang, para otoriter menggunakan berbagai macam undang-undang dengan alasan pembenaran untuk merepresi masyarakat. Beberapa di antaranya mungkin termasuk pembenaran keamanan nasional, keamanan siber dan kejahatan siber, anti-pencemaran nama baik dan pencemaran nama baik, kode telekomunikasi, dan aturan-aturan lainnya,” ujar Vera.
Demokrasi Digital: Definisi dan Manfaatnya
(Dok. Marketing Communications UMN)
Untuk melawan represi digital, muncullah istilah demokrasi digital. Vera menjelaskan bahwa di pemerintah Amerika Serikat, USAID telah menciptakan istilah demokrasi digital dan banyak negara lain yang mulai menggunakan istilah tersebut.
Demokrasi digital adalah sebuah konteks di mana semua pemangku kepentingan yang berbeda merancang, mengembangkan, menerapkan, mengatur, dan menggunakan teknologi digital yang sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan penghormatan mendasar terhadap hak asasi manusia internasional.
“Pada akhirnya, ketika kami mengatakan bahwa kami bekerja untuk demokrasi digital, kami bermaksud bahwa pekerjaan ini berfokus pada memastikan dan menciptakan ekosistem digital yang menghormati hak asasi manusia di mana pun mereka berada. Namun, membangun demokrasi digital bukan berarti kita meniru model suatu negara, sama sekali tidak,” jelas Vera.
“Ini berarti bahwa kita bekerja untuk membuat arsitektur Internet, hukum, peraturan, infrastruktur fisik, dan ekonomi digital yang terbuka, inklusif, aman, dan menghormati hak asasi manusia di setiap negara. Standarnya adalah demokrasi, bukan represi. Dalam konteks USAID, kami bekerja untuk memajukan pendekatan teknologi yang menghormati hak asasi manusia,” tambah Vera.
Peran Anak Muda dalam Mewujudkan Demokrasi Digital
(Dok. Marketing Communications UMN)
Menurut Vera, saat ini tingkat literasi digital anak muda Indonesia merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara ASEAN, yaitu 62%, dibandingkan dengan rata-rata yang mencapai 70%. Angka ini masih perlu ditingkatkan sebagai negara dengan jumlah pengguna media sosial yang besar. Vera percaya bahwa generasi muda Indonesia dapat secara aktif berkontribusi untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan inklusif.
Vera menyampaikan bahwa USAID memiliki program-program untuk mempromosikan literasi digital, pemikiran kritis, dan komunikasi online yang positif di kalangan anak muda di Indonesia, serta memberdayakan anak muda dalam ekosistem digital melalui organisasi seperti International Youth Digital Leadership Council.
“Seiring dengan teknologi digital yang terus mentransformasi dunia, kita perlu memastikan bahwa suara anak muda benar-benar berada di garis depan. Bukan hanya memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk menyuarakan pendapat mereka, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk memimpin. Kita semua membutuhkan Anda untuk memimpin dalam mengambil keputusan penting dan menciptakan masa depan digital yang aman dan berdaya,” ujar Vera. Partisipasi anak muda dapat membuat undang-undang digital yang lebih inklusif.
Menatap masa depan Indonesia, Vera mengingatkan pentingnya demokrasi digital. Sebagai negara demokrasi terpadat ke-3 di dunia dan negara terpadat ke-4 di dunia, Indonesia harus menjadi pemimpin dalam bidang ini. Anak muda Indonesia sudah memainkan peran besar dalam membentuk pemilihan presiden saja. Dengan kehadiran mereka, ada tanggung jawab yang lebih besar dan peluang yang lebih besar.
“Anda harus berpikir kritis tentang informasi yang Anda konsumsi, informasi yang Anda terima, dan apa yang Anda bagikan di platform Anda. Salah satu slogan saya adalah ‘think before you click’,” tegas Vera.
(Dok. Marketing Communications UMN)
Di akhir sesi, para mahasiswa mengikuti program “Saring Daring University Challenge.” Program ini merupakan hasil kerja sama antara USAID, Meta, dan Love Frankie. Kuliah umum berjalan dengan lancar dan kami berharap sesi ini dapat mendorong mahasiswa untuk lebih melek digital dan menciptakan perubahan dalam ekosistem digital di Indonesia!
By Levina Chrestella Theodora
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id