Pameran Kuliner Tugas Akhir Mahasiswa Perhotelan UMN Batch 4
November 29, 2022Webinar Nasional “Peran Social Media sebagai Sarana untuk Memaksimalkan Peluang di Era Digital dan Industri 4.0”
Desember 2, 2022(Dok. Marketing Communications UMN)
TANGERANG – Memperingati Dies Natalis ke-16 Yayasan Multimedia Nusantara (YMN), sejumlah keluarga besar dari Kompas Gramedia dan YMN Ziarah ke makam salah satu pendiri Kompas Gramedia dan Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetama, pada Sabtu (26/11/2022) di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Ziarah ini dilakukan rutin setahun sekali.
“Ziarah adalah salah satu upaya kita untuk mengenang pendahulu-pendahulu kita, dan melihat apa sih values dan nilai hidup serta pelajaran baik yang memang diturunkan beliau untuk kita semua. Dalam setiap kegiatan ziarah kita selalu mendapatkan pengalaman yang baru. Ini menjadi salah satu usaha untuk menginternalisasi values dan kemudian membangun kebersamaan di antara seluruh unit di bawah Yayasan Multimedia Nusantara,” jelas Dessy Novita Lengkey, M.M., Psi., Ketua Panitia Ziarah 2022.
Ziarah dibuka dengan sambutan dari Ir. Teddy Surianto, selaku Ketua Yayasan Multimedia Nusantara. Ia membuka dengan membagikan cerita yang pernah dibagikan oleh orang tuanya yang mengingatkannya dengan almarhum (alm.) Jakob Oetama.
Dahulu, ada seorang pengembara berjalan menempuh perjalanan yang cukup dan dan melelahkan. Lalu, tibalah ia meneduh di sebuah pohon yang rindang. Setelah melepaskan pengam, pengembara itu meneruskan perjalanannya lagi. Namun yang dilakukannya sebelum pergi adalah, menyampaikan terima kasih kepada orang yang sudah menanam pohon itu karena dirasa sudah diberikan tempat untuk berteduh di bawah pohonnya.
“Dan waktu itulah orang tua saya mengatakan pengembara itu adalah orang yang perlu dicontoh. Orang yang mengingat jasa budi baik orang yang sudah berbuat baik menanam pohon sehingga kita bisa berteduh di bawahnya, bukan hanya pergi saja tanpa mengingat sebuah pohon yang sudah memberikan perlindungan,” ucap Teddy.
Sama seperti sang pengembara di cerita yang dibagikan Teddy, keluarga besar Kompas Gramedia dan YMN hadir, berziarah di makam Jakob Oetama untuk berterima kasih, mengenang, dan mengingat jasanya yang sudah menanam lembaga Kompas Gramedia dan Yayasan Multimedia Nusantara.
From Zero to Hero: Dari Guru Biasa Menjadi Tokoh yang Menginspirasi Bangsa
(Dok. Marketing Communications UMN)
St. Sularto, Ketua Dewan Pembina Yayasan Multimedia Nusantara, melanjutkan sesi sambutan. Ia menambahkan bahwa selain mengingat dan berbagi, melakukan ziarah dapat mengingatkan kita bahwa pada suatu saat, kita juga akan seperti almarhum-almarhum yang lain.
“Setiap kali untuk pengalaman pribadi saya melayat, saya terkadang dalam hati tersenyum karena orang itu seolah-olah mengatakan pada saya, ‘sekarang saya, besok kamu.’ Suatu saat kita akan seperti mereka, semua yang ada akan kita tinggalkan– nama, kebesaran, keagungan, dan kekayaan,” ucap Sularto.
Mengenang alm. Jakob Oetama, ia berbagi bahwa beliau dan juga alm. P.K. Ojong adalah dua pendiri, pengawal, dan perintis. Mulai dari seorang yang bukan apa-apa, menjadi apa-apa, dan memberikan masa depan bagi banyak orang. Dalam kesempatan itu, Sularto menyebut bagaimana Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menjadi salah satu bukti nyata warisan, legacy dari alm. Dengan usia muda, hanya 16 tahun, UMN saat ini memiliki sekitar 9000 mahasiswa aktif.
“Syukur tiada akhir,” ucap Sularto. Kutipan tersebut merupakan judul dari bukunya yang diberi oleh alm. Jakob. Sepanjang hidup beliau, bahkan sampai di nafas terakhirnya adalah bersyukur. Sularto berharap bahwa UMN tidak akan pernah berakhir dan terus maju. Ia sangat berterima kasih kepada Tuhan yang telah menghadirkan adanya seorang Jakob Oetama dan P.K. Ojong.
Dalam wawancara terpisah, Sularto menceritakan bahwa dahulu, Jakob memiliki kursus Bahasa Inggris yang hingga saat ini masih berkembang. Tetapi tekadnya untuk mencerdaskan bangsa tidak berhenti disitu saja. Jakob berketad untuk untuk membangun sebuah universitas.
Sekitar tahun 2004, beliau selalu membahas mengenai mencerdaskan bangsa, dimana salah satu cara yang paling berarti adalah melalui lembaga pendidikan. Sularto menyarankan Jakob untuk membangun sekolah SD tetapi Jakob merasa bahwa sekolah SD sudah terlalu banyak.
“Akhirnya, mulai digulirkan keinginan gagasan Pak Jakob untuk mendirikan universitas. Kami melakukan kunjungan untuk melakukan benchmark dan menghubungi pemerintah. Waktu itu awalnya kita corenya komunikasi, jadi berencana untuk mendirikan saja sekolah tinggi komunikasi. Tapi pemerintah mengatakan kalau mau mendirikan sekolah tinggi jangan di Jakarta tapi di Bogor,” cerita Sularto.
Sularto, Teddy, Irwan, dan yang lainnya berawal mencoba untuk mencari universitas yang ingin berkolaborasi namun tidak terwujudkan. Setelah berbagai usaha, terbuatlah satu sekolah tinggi dengan dua fakultas yaitu Ekonomi dan Komunikasi. Mereka mengembangkan ilmu masa depan yang lebih futuristik seperti ilmu komunikasi digital dan sebagainya. Tidak lama kemudian, sekolah tinggi tersebut berkembang pesat dan akhirnya tumbuh besar menjadi UMN yang ada saat ini.
(Dok. Marketing Communications UMN)
Sesi sambutan diselang dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Ir. Andrey Andoko, M.Sc., selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan.
“Kami berada di sini untuk mengenang jasa Bapak Jakob Oetama sebagai pendiri Yayasan Multimedia Nusantara, juga pemberi semangat kami untuk terus mengabdi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Kami berdoa semoga alm. Jakob dan P.K. Ojong kini beristirahat dengan damai dan bahagia yang abadi,” doa Andrey.
Pembacaan doa dilanjutkan dengan prosesi tabur bunga. Penaburan bunga diwakili oleh Irwan, Teddy, Sularto, dan Andrey, ditemani dengan lagu favorit alm. Jakob Oetama yang berjudul “Oh My Papa.”
Jakob Oetama: “Berbagi, Bersyukur, dan Laksanakan perintah Tuhan.”
Irwan Oetama, anak sulung Jakob melanjutkan dan sekaligus menutup sesi sambutan. Ia sekilas menceritakan kisah masa kecilnya bersama dengan ayahnya.
“Terakhir waktu saya masih SD/SMP kalau saya pulang ke rumah Mbah saya, itu ada namanya perkumpulan jumat kliwon. Jadi Mbah saya itu duduk di tengah, terus banyak orang datang dengerin dia ngomong. Dia pintar bicara, dia ngerti katolik, islam, dan lainnya,” cerita Irwan mengenai masa kecilnya bersama dengan Jakob.
Sebelum mendirikan Kompas bersama dengan alm. P.K. Ojong, Irwan berbagi bahwa alm. Jakob aktif berorganisasi dan bekerja sebagai guru. Ia memulai karirnya di dunia jurnalistik di sebuah majalah bernama “Penabur.”
Membahas mengenai pertemuan alm. Jakob dan Ojong, “tahun ‘63, Pak Jakob dan Ojong mendirikan majalah ‘Intisari.’ Di Ajaklah teman-temannya (untuk bergabung). Lalu jalan tiga tahun, dibikinlah Kompas. Saat itu Pak Ojong sudah memiliki majalah bernama ‘Star Weekly’ dan koran ‘Keng Po’,” cerita Irwan.
Pada saat itu kehidupan Jakob sangat sederhana. Irwan cerita bahwa hanya Ojong yang memiliki mobil, sedangkan Jakob memiliki sepeda motor Ducati. Mobil pertamanya adalah mobil Mazda, dimana mobil tersebut digunakan untuk oleh Jakob untuk mengantar koran ke tempat penitipan koran. Begitu juga P.K. Ojong yang mengantar koran dengan mobilnya yang berwarna telur asin.
(Dok. Kompas)
Kompas akhirnya pada 1972 mulai melakukan percetakan namun dibredel pada 1978. Irwan bercerita bahwa banyak sekali yang menyerah dan ingin pindah ke tempat lain dengan kekhawatiran bahwa Kompas tidak akan bisa terbit lagi. Dengan kemurahan hati Tuhan, Kompas akhirnya bisa bangkit lagi.
Disayangkan, dua tahun setelah Kompas dibredel, P.K. Ojong meninggal dunia dalam tidurnya. Irwan mengatakan bahwa ayahnya sangat sedih dan menangis seperti telah ditinggalkan oleh istri ke-duanya, mengundang tawa. Tidak mengherankan, Jakob Oetama dan P.K. Ojong dikenal sangat dekat, bahkan dikatakan bahwa mereka “tidak bisa dipisahkan.”
“Dari tahun ‘78 sampai ‘98, 20 tahun, Pak Jakob dan Ojong kerja pagi, siang, malam, sampai berita harus dicetak baru beliau pulang. Ini dilakukan untuk menjaga supaya berita lain tidak bisa masuk dan sebagainya. Seiring perjalanan, Kompas menjadi besar hingga seperti sekarang,” cerita Irwan.
Jakob selalu mengajari Irwan untuk berbagi, bersyukur, dan melaksanakan perintah Tuhan. Irwan bercerita bahwa walau sering dikatakan “Kompas milik bersama,” Jakob selalu mengatakan bahwa ia dan Ojong bekerja di ladang Tuhan. Sesungguhnya, yang memiliki Kompas adalah yang Maha Kuasa. Hanya saja, Jakob dan Ojong adalah orang-orang pertama yang bekerja di ladang Tuhan.
(Dok. Marketing Communications UMN)
“Kalau saya tidak ada, kamu nanti diberi kesempatan kerja ingat ya, kamu hanya bekerja, kamu hanya dapat gaji, kalau keuntungan besar kamu dapat bonus, itu saja, jangan berpikir yang aneh-aneh,” ucap Jakob kepada Irwan.
Pada 2017, Irwan dan istrinya divonis kanker, bahkan di waktu yang sama. Irwan mengunjungi Jakob dan Irwan bercerita bahwa beliau hanya memegang kepala Irwan dan berkata kepadanya untuk melaksanakan perintah Tuhan. Jika Irwan harus pulang (kembali kepada Tuhan), berarti tugasnya sudah selesai. Jika Irwan diizinkan untuk sembuh dan hidup, berarti ada tugas yang belum selesai.
“Saya hingga saat ini bebas kanker, dan masih ada di sini, artinya pekerjaan saya belum selesai,” ucap Irwan.
Menutup sambutannya, Irwan ingin menambahkan kutipan Jakob “syukur tiada akhir.” Bersyukur saja tidaklah cukup, tapi kita harus bersyukur, bekerja, dan berbagi. Bersyukur tidak sulit, bekerja sudah menjadi kewajiban, tetapi berbagi cenderung berat untuk dilakukan oleh orang-orang. Ia berpesan bahwa apa yang kita miliki saat ini hanyalah titipan dari Tuhan. Di dalam titipan dan berkat itu, ada hak orang lain yang harus didistribusikan. Hal ini selalu ia bagi kepada rekan-rekannya.
“Apa tugas saya sekarang? Saya menjalankan sisa hidup saya dengan warisan-warisan pemikiran Pak Jakob, Pak Ojong, dan senior-senior Kompas Gramedia yang hebat-hebat semua. Hebat tidak hanya secara materi tetapi karakternya. Sama seperti mahasiswa UMN, tidak hanya pintar tapi juga berkarakter, sehingga mahasiswa-mahasiswa UMN diterima oleh semua lapisan masyarakat mau itu multinational atau local company,” tutup Irwan.
Dessy, Ketua Panitia Ziarah 2022 juga turut berpesan. Ia berharap bahwa pada suatu saat nanti, mahasiswa UMN juga dapat mengikuti ziarah untuk mengenal atau lebih mengenal asal Kompas Gramedia. Penting bagi mahasiswa UMN untuk tidak hanya mengetahui siapa yang mendirikan kampus UMN, tetapi nilai-nilai yang dianut oleh Jakob Oetama dan meneruskan perjuangannya.
(Dok. Marketing Communications UMN)
Jakob Oetama tidak hanya sekedar salah satu pendiri Kompas, ia merupakan seseorang yang juga dikenal dengan cinta dan dedikasinya terhadap mencerdaskan bangsa, jurnalisme, dan kemanusiaan. Nilai-nilai yang ia miliki dan percaya juga diterapkan pada kampus UMN dengan nilai 5C Kompas Gramedia, “Caring, Credible, Competent, Competitive, dan Customer Delight” juga Sustainable Development Goals (SDGs).
Legasi Jakob Oetama dan P.K. Ojong akan terus diingat dan dikenang selama-lamanya. Salam UMN!
By Levina Chrestella Theodora
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika | Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id