“Speak Up with Confidence!” UMN Gelar Workshop Public Speaking Bersama Yosi Mokalu
November 15, 2024DKV UMN Berkibar di Kancah Internasional, Borong Penghargaan 5 Kategori Lomba AICAD IID 2024
November 18, 2024TANGERANG- Universitas Multimedia Nusantara (UMN) melalui Unit Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) UMN dan Unit Tanggap Darurat UMN bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar seminar kebencanaan bertajuk ‘Siap Siaga Gempa Megathrust’ pada Selasa (05/11).
UMN mengundang Hidayanti, S.Si., MT. sebagai Penanggung Jawab Layanan Mitigasi Gempa Gumi dan Tsunami BMKG. Seminar dimulai dengan pre-test untuk mengukur pemahaman awal peserta seminar terkait mitigasi gempa bumi.
Menurut catatan BMKG dari tahun 2009 sampai 2023, rata-rata dalam setahun Indonesia mengalami gempa bumi sekitar 6.000 kali, dengan 352 gempa dengan >M5, 10 kali gempa bumi merusak, dan tsunami setiap dua tahun sekali.
Tingginya frekuensi gempa bumi ini disebabkan karena Indonesia dilewati empat lempeng besar yang menyebabkan 16 gelombang subduksi, 13 megathrust, dan 295 sesar aktif yang berpotensi terus bertambah.
Hidayanti menyebut bahwa megathrust yang santer dibicarakan di media sosial belakangan ini sebenarnya sudah lama diteliti dan ada di Indonesia.
“Zona subduksi patahan di laut ini yang kedalamannya kurang lebih 50 km, kita sebut istilahnya megathrust. Mega itu besar, thrust itu patahan naik. Ini dapat menimbulkan gempa yang mengakibatkan pergeseran yang luas, gempa yang kuat, dan memicu terjadinya tsunami,” kata Hidayanti.
Meski yang ramai diperbicangkan adalah megathrust di Selat Sunda, zona megathrust sebenarnya memanjang dari Aceh, sisi barat Sumatera, selatan Pulau Jawa, hingga ke utara Sulawesi dan Papua.
BMKG melakukan proyeksi skenario terburuk di zona megathrust Selat Sunda jika terjadi gempa sebesar M8,7. Dampak guncangan atau intensitasnya bakal mencapai tujuh sampai delapan MMI yang berdampak merusak dari Lampung hingga Jawa Barat. Ancaman tsunami juga bakal terdeteksi dari barat daya Sumatera hingga Jakarta.
“Syarat terjadinya tsunami itu di atas M7 dan kedalaman di bawah 70 km atau dangkal. Kenapa tsunami berbahaya? Karena selain dia kuat, tetapi juga kecepatannya yang kuat setara dengan kecepatan pesawat jet. Dia membawa material-material di lautan,” kata Hidayanti.
Selain gempa megathrust di laut, yang patut lebih diwaspadai adalah gempa di sesar aktif di darat. Menurut Hidayanti, tidak perlu magnitudo besar di pusat sesar aktif untuk menjadi gempa merusak. Apalagi jika kedalamannya dangkal dan terjadi di daerah pemukiman padat bangunan.
Hidayanti kemudian memaparkan upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami. Ia menyebut, 30% sampai 35% penyintas korban gempa bumi Hanshin Awaji di Jepang tahun 1995 lalu selamat karena menyelamatkan diri. Hanya 1,7% sampai 2% yang selamat karena ditolong regu penyelamat. Maka dari itu, penting untuk memahami beberapa upaya mitigasi seperti berikut:
● Kenali lokasi tempat beraktivitas bekerja atau kuliah. Apakah zona gempa? Apakah bangunan tahan gempa?
● Cek benda-benda sekitar yang berpotensi membahayakan seperti jendela kaca hingga furnitur tinggi
● Pahami rute evakuasi umum, tangga darurat, dan rambu-rambu keselamatan
● Siapkan tas siaga bencana yang berisi P3K, peralatan kesehatan, makanan dan minuman untuk tiga hari, peralatan komunikasi, dokumen penting, pluit, radio
● Simpan kontak darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Kepolisian, dll
Peserta seminar kemudian diajak mempraktekkan draw, cover, dan hold on saat gempa bumi terjadi. Draw adalah upaya berlindung dan menunggu, cover adalah melindungi kepala dan leher, sedangkan cover adalah berpegangan.“Kami tidak menyarankan selama gempa bumi berlangsung teman-teman berlari menyelamatkan diri dari dalam bangunan, karena bisa terjatuh dan terpelanting. Kecuali memang dekat akses ke tanah lapang. Setelah guncangan berhenti, silahkan lakukan asesmen singkat kondisi sekitar, kemudian evakuasi ke titik kumpul dengan tertib,” kata Hidayanti.
Sedangkan terkait mitigasi peringatan tsunami pasca gempa bumi, Hidayanti memberikan beberapa tips sebagai berikut:
● Gunakan semua panca indra untuk mendeteksi tsunami saat sedang di sisi pantai. Seperti aroma garam menyengat, getaran, guncangan kuat yang mengayun lama, sirene tsunami BNPB, suara gemuruh seperti suara kereta api atau pesawat jet, hingga pemandangan dinding air yang mengarah ke pesisir
● Evakuasi ke tempat tinggi dan jauhi badan air seperti sungai
● Selalu nyalakan saluran komunikasi dan informasi. BMKG memiliki berbagai saluran di media sosial, Telegram, hingga WhatsApp
“Gempa bumi memang belum dapat diprediksi. Namun, datangnya gelombang tsunami yang disebabkan gempa bumi tektonik dapat diperkirakan waktu tibanya,” kata Hidayanti.
By LAS | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id