SUGIH Hasil Kolaborasi Dosen dan Mahasiswa UMN Taklukkan XXI Short Film Festival 2016
Maret 23, 2016“Kita Mau Ke Kota Tua” oleh Social Designee
Maret 28, 2016Stress menghadapi jatuh tempo pembayaran biaya kontrakkan, seorang istri nekad melakukan sugih demi mendapatkan uang. Tetapi dengan ritual tersebut terpaksa suaminya sendiri yang menjadi tumbal.
Itulah yang menjadi cerita dari film SUGIH besutan Makbul Mubarak (dosen sinematografi UMN) yang berhasil meraih penghargaan sebagai film pendek fiksi action/thriller/fantasy terbaik di XXI Short Film Festival 2016, Minggu (19/3). Inilah penghargaan keempatnya sebagai penulis cerita dan kedua sebagai sutradara.
Film berdurasi sepuluh menit itu diproduksi bersama mahasiswa-mahasiswi sinematografi dan ilmu komunikasi UMN angkatan 2011-2012 (Erlangga Radhikza, Martin Handi Tio, Wiranata Tanjaya, Edelin Sari Wangsa, Famisa Yusuf, Winggus Taslim, Thomas, Rein Maychaelson, Hanan Cinthya, Dipta Diwangkara, Rofiqoh Nur Ashriany) pada Desember 2014.
Dibandingkan teknis, tim produksi lebih menonjolkan konsep pada SUGIH. Menurut Makbul, kalau selalu mengejar teknis tidak akan pernah selesai sedangkan konsep itu abadi. “Yang penting kita konsepnya berbeda dengan yang sudah ada. Masalah teknis itu nomor dua karena teknis adalah cara untuk mewujudkan konsep itu,” ungkapnya.
Sindrom para pemula kebanyakkan ingin langsung membuat film dengan teknis yang tampak keren. “Itu yang mau dipangkas. Kalau bisa simple kenapa harus susah,” tambah Makbul. Dengan konsep yang kuat ini jugalah yang membuat SUGIH berhasil memboyong piala malam itu. Mereka berhasil menabrakkan genre, karena batas genre tidaklah saklak.
Bekerjasama dengan mahasiswa memberikan pengalaman tersendiri bagi Makbul. “Selama ini dosen bikin film bareng kalangan profesional, mahasiswa bikin film bersama rekan mahasiswanya. Saya berpikir mengapa tidak dicoba saja berkolaborasi bersama. Saya memberikan skrip dan mengarahkan sebagai sutradara sedangkan yang menterjemahkan ke gambar adalah anak-anak,” katanya.
Menurutnya, mahasiswa-mahasiswinya telah mengerti teknis dengan baik, hanya perlu dilead saja. Selain itu, membuat film bersama mahasiswa juga memberikan kebebasan yang lebih. “Kalau di industri kita harus mengikuti keinginan orang yang membiayai, kalau di kampus kita bisa lebih bebas mencoba. Karena esensi pendidikan adalah untuk mengeksplor hal-hal yang belum tentu berani dilakukan orang industri karena resikonya besar,” jelas Makbul.
Selain memenangkan XXI Short Film Festival, SUGIH juga sempat diputar oleh Dewan Kesenian Jakarta di Kineforum pada tahun 2015 dan juga akan segera diputar di festival film di Malang. (*)