Career Case Competition Bersama CDC UMN
November 18, 2024Tangerang – Pada (11/11/24) UMN menyelenggarakan seminar seputar Sustainable Building and Green Energy transition. Bersama dengan European Delegations, seminar ini bertujuan untuk menekankan pentingnya energi keberlanjutan. Selain seminar dalam pertemuan ini juga mengadakan diskusi bersama mahasiswa seputar climate action.
Sustainable building dan green energy menjadi isu penting untuk keberlanjutan global. Sustainable building merujuk pada bangunan berkelanjutan yang tidak hanya ramah lingkungan dan hijau, tetapi juga mencakup tiga pilar utama: sosial, ekonomi, dan lingkungan. Konsep ini juga melibatkan penerapan energi berkelanjutan, dengan memanfaatkan energi terbarukan dalam proses pembangunan.
Dr. Ir. Andrey Andoko, M.Sc., berkesempatan untuk memberikan materi tentang green building yang ada di UMN, mulai dari desain gedung UMN, pengelolaan air, limbah, dan bagaimana UMN terus berkomitmen untuk mengurangi pengurangan energy.
“Kami membuat kampus UMN sebagai environmental friendly, dan kami ingin menekankan pada ‘every space is a learning space’. Mahasiswa tidak hanya belajar di dalam ruang kelas atau perpustakaan, di UMN banyak mahasiswa yang belajar di outdoor area UMN”, ucap Andrey.
Andrey juga turut menjelaskan mengenai passive design dan active design UMN, yang dimana UMN menggunakan orientasi gedung timur and barat. Selain itu UMN menggunakan double skin facade, selain karena sederhana double skin facade bisa mengurangi udara panas sebanyak 70%.
“Selain bangunan hal-hal lain seperti air hujan juga kami manfaatkan kembali untuk tanaman, sehingga airnya kembali lagi ke tanah. Food waste, organic waste, trees waste juga kami manfaatkan untuk membuat eco enzyme”, lanjut Andrey.
UMN turut menyadari pentingnya SDG, banyak program yang dilakukan oleh UMN berfokus pada segala aspek keberlanjutan. Hal ini dilakukan UMN dari berbagai program seperti community outreach, kesetaraan gender yang melibatkan laki-laki dan perempuan dalam segala kegiatan, serta riset-riset yang bisa membantu keberlanjutan.
Dilanjutkan oleh Dr. Sanders Happaerts selaku Green and Digital Adviser at EU Delegations to Indonesia, yang membahas mengenai emisi energi di Eropa. Eropa sendiri sudah berhasil mengurangi emisi sebanyak 55% dan menaikan angka GDP ekonomi dari berbagai sektor.
“Kami membuat EU Emissions Trading System, sehingga total emisi pada sektor bisnis tertentu dibatasi, dan harus ada izin perdagangan emisi dan membeli lebih banyak greenhouse gas disebut dengan cap and trade”, ucap Sanders.
Melalui sistem ini semakin banyak perusahaan yang mengurai emisi gas, kedepannya peraturan ini akan diberlakukan juga pada perusahaan bangunan dan transportasi. Program lainnya yang dilakukan oleh Europe Delegations adalah European Green Deal diantaranya Greener Industry, Financing Green Project, Homes Energy Efficient, From Farm to Fork, dan masih banyak lagi.
“Kami sudah melakukan Energy Union Strategy sejak 2015 seperti energy efficient, full integrated energy market, research, innovation & competitiveness dan masih banyak lagi. Hal ini kita agar semua hall bisa terhubung dengan satu sama lain, dan market di eropa bisa sama-sama berbagi energy, dan kita juga fokus pada riset dan inovasi dengan memberikan lebih banyak uang ke perguruan tinggi, sehingga mereka bisa membuat hal-hal baru dan inovatif”, lanjut Sanders.
Hal ini dibuktikan oleh Sanders pada perang yang terjadi di Ukraina saat ini. Pemerintahaan eropa memberikan segala bantuan baik militer, energy, renewable energy. Hal-hal seperti ini merupakan national issue yang membuat negara-negara di Eropa saling bekerjasama.
“Tantangan paling besar bagi Eropa saat ini adalah membuat renewable energy, kami terus membuat renewable energy. Kedepannya kami akan terus fokus pada hal ini dan juga green diplomacy. Kami akan terus bekerja sama dengan negara-negara karena hal ini cukup penting bagi kami”, tutup Sanders.
Seminar ini dilanjutkan oleh Hageng Suryo Nugroho, SE, MEMD., Selaku Senior Advisor on Strategic Issue at The Executive Office of the President Indonesia., Hageng turut memberikan materinya mengenai Sustainable Energy di Indonesia. Melihat banyaknya green energy di Indonesia hal ini menjadi peluang yang baik untuk Indonesia membuat New Renewable Energy (NRE).
“Kita menargetkan NRE ini di 2050, hal ini sudah terlihat angka pertumbuhannya dari 2018 kami sangat berkomitmen untuk keberlangsungan NRE. Potensi NRE paling besar di Indonesia adalah Solar”, ucap Hageng.
Hageng juga menyampaikan di 2060 Indonesia ingin mencapai Net Zero Emission (NZE) sebanyak 93%, ada beberapa strategi yang sudah dibuat meliputi Demand Sector Electrification, NRE Development, New Energy Resources, dan masih banyk lagi.
“Saat ini kita berfokus pada peraturan electric vehicle (EV), karena di Indonesia kita punya banyak energi untuk transportasi dan pemerintah harus memberi subsidi. Peraturan EV ini diharapkan bisa mengurangi penggunaan solar. Selain penggunaan EV kita mendorong masyarakat untuk menggunakan kompor induksi untuk mengurangi CO2”, lanjut Hageng.
Tentu bagi Hageng untuk mencapai hal ini tidak mudah bagi Indonesia, ada beberapa tantangan untuk berubah ke energi yang ramah lingkungan. Pertama tidak semua masyarakat di Indonesia memiliki akses pada energi yang ramah lingkungan, diperlukan lebih banyak pemasukan, dan dibutuhkan peran sains dan teknologi yang lebih efisien.
Panel Diskusi Bersama Mahasiswa.
Diskusi ini diisi oleh Eloise O’Carool selaku Programme Manager EU Delegations to Indonesia dan Thorsten Roobeek selaku First Secretary Green Economy at The Embassy of The Kingdom at The Netherland.
“Menurut saya hal yang paling mendesak saat ini adalah climate action, dan generasi muda memiliki peran yang sangat penting untuk masa depan. Kita harus tahu apa yang kita lakukan, dampak kedepannya apa bagi kita. Mulai dari diri kita sendiri, apa yang bisa kita lakukan untuk diri kita sendiri, apa yang bisa kita lakukan untuk negara dan setelahnya apa yang bisa kita lakukan untuk dunia”, ucap Throsten.
Eloise juga menyampaikan hal yang sama tentang climate action, Eloise berpendapat bahwa setiap negara memiliki caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah ini.
“Selama kita bekerjasama dengan Indonesia kami sangat mendukung program yang dilakukan oleh Indonesia, seperti G20 merupakan langkah baik untuk mempercepat pertumbuhan energi terbarukan. Hal seperti ini kita tentu akan dukung agar tidak ada yang tertinggal”, ucap Eloise.
Thorsten juga melanjutkan diskusi ini dan melihat bagaimana dulunya Belanda banyak melakukan kesalahan, sehingga agar tidak melakukan kesalahan yang sama Eropa membantu negara-negara lain agar turut melakukan hal yang benar.
Thorsten dan Eloise memberikan tips kepada anak muda untuk terus belajar dan memperbarui kemampuan mereka. Skill yang sangat penting adalah komunikasi dan pikiran yang krisis.
By Rachel Tiffany Tanukusuma | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id