Mengenal Business Intelligence, Pilihan Karir Lulusan Sistem Informasi di E-commerce
April 25, 2024Seberapa Besar Peran Teknologi Digital dalam Desain Arsitektur Modern?
April 25, 2024Arsitektur Lawang Sewu. Sumber Gambar: Commons Wikimedia/Afrogindahood
Indonesia menyimpan arsitektur berupa bangunan sejarah yang hingga kini masih tetap lestari sejalan dengan pergeseran arus modernisasi. Salah satu gaya arsitektur yang masih mendapatkan pengaruh paling besar dalam perkembangan bangunan di Indonesia adalah gaya arsitektur kolonial. Gaya arsitektur kolonial ini tidak hanya meninggalkan jejak berupa bangunan-bangunan megah di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, tetapi juga mempengaruhi perkembangan arsitektur di daerah-daerah lain di Indonesia. Keberadaan bangunan-bangunan bersejarah tersebut menjadi bukti konkret dari perjumpaan antara budaya lokal dengan budaya asing yang membentuk ciri khas arsitektur Indonesia yang unik dan kaya akan warisan sejarah.
Dari bentuk bangunan Belanda yang megah hingga sentuhan lokal yang mengakar, arsitektur kolonial terus menjadi sumber inspirasi bagi para arsitek modern dalam merancang bangunan-bangunan masa kini yang menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan teknologi mutakhir. Adanya bangunan bergaya arsitektur kolonial pastinya tidak terlepas dari bangunan cagar budaya yang menjadi simbol pelestarian warisan sejarah. Bangunan-bangunan tersebut menjadi penanda penting dalam merawat identitas budaya suatu daerah serta menyimpan cerita dan nilai-nilai yang telah membentuk masa lalu sebuah komunitas. Dengan mempertahankan dan merawat bangunan bergaya arsitektur kolonial, kita secara tidak langsung juga menjaga keaslian serta keberlanjutan sejarah yang telah membentuk bagian dari jati diri masyarakat. Kali ini UMN akan memberikan penjelasan tentang apa saja gaya arsitektur kolonial yang ada di Indonesia. Simak penjelasan lengkapnya yuk sobat UMN!
1. Gaya Arsitektur Indische Empire Style
Pertama yaitu gaya arsitektur Indische Empire Style. Gaya arsitektur ini diperkenalkan oleh Herman Willen Daendels ketika masih menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1808-1811). Indische Empire Style (gaya Imperial) merupakan gaya arsitektur yang berkembang pada pertengahan abad ke-18 sampai akhir abad ke-19. Gaya arsitektur ini dimulai pada daerah pinggiran kota Batavia (Jakarta), munculnya gaya tersebut akibat dari suatu kebudayaan di Belanda yang bercampur dengan kebudayaan Indonesia dan sedikit kebudayaan China.
Handinoto menjelaskan bahwa ciri-ciri arsitektur Indische Empire yakni pada bagian dapur, kamar mandi, gudang, maupun daerah service merupakan bagian yang terpisah dari bangunan utama dan ada di bagian belakang. Kemudian teras biasanya dibuat sangat luas dan pada ujungnya terdapat barisan kolom bergaya Yunani. Pada pembuatan denahnya, gaya arsitektur Indische Empire Style berbentuk simetris penuh. Kemudian ditengah terdapat “central room” yang terdiri dari kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya. Salah satu contoh bangunan bergaya Indische Empire Style dapat dilihat pada kantor Badan Koordinator Wilayah Madiun.
Baca juga: Profil Jurusan Arsitektur dan Peluang Karirnya.
2. Gaya Arsitektur Transisi
Gaya arsitektur transisi merupakan gaya arsitektur yang sempat diaplikasikan hanya dalam waktu singkat. Berlangsung dari akhir abad 19 hingga awal abad 20. Peralihan ini dikarenakan adanya modernisasi pada penemuan baru dalam bidang teknologi dan kebijakan politik pemerintah kolonial. Adapun ciri-ciri dari gaya arsitektur transisi ini meliputi pembuatan denah yang masih mengikuti gaya Indische Empire dengan simetri penuh, pemakaian teras keliling, dan sudah tidak menggunakan kolom bergaya Yunani. Kemudian, pada bagian atap dibentuk berupa pelana dan perisai dengan penutup genting masih banyak dipakai dan memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap (dormer).
Contoh bangunan dengan gaya ini dapat dilihat pada Gedung Lawang Sewu yang berada di kota Semarang. Lawang Sewu merupakan bangunan yang didirikian sebagai kantor kereta api yang dibangun oleh perusahaan swasta yaitu NIS (NetherlandsIndische Spoorweg Maatschappij). Lawang Sewu didirikan pada tahun 1904 dan terus mengalami perkembangan hingga pembangunan berakhir pada tahun 1918. Lawang sewu dirancang oleh Ir. P de Rieu namun mengalami penundaan proses konstruksinya hingga tahun 1903. Pembangunan kemudian dilanjutkan kembali oleh Prof. J. Klinkhamer, B. J. Oundag dan asistennya C.G. Citeroen.
3. Gaya Arsitektur Kolonial Modern
Terakhir yakni gaya arsitektur kolonial modern. Gaya arsitektur kolonial modern dari protes yang dilayangkan oleh arsitek Belanda setelah tahun 1900 karena gaya arsitektur Empire Style. Arsitek Belanda mulai berdatangan ke Hindia Belanda, mereka mendapatkan suatu gaya arsitektur yang cukup asing, karena gaya arsitektur Empire Style yang berkembang di Perancis tidak mendapatkan sambutan di Belanda. Adapun ciri-cirinya yaitu denah lebih bervariasi, sesuai kreativitas dalam arsitektur modern, sudah tidak memakai bentuk simetri dan mulai menggunakan elemen penahan sinar pada pemakaian teras keliling. Dari segi rangka bangunan, gaya arsitektur kolonial modern menggunakan konstruksi beton. Salah satu contoh bangunan dengan gaya ini dapat dilihat pada bangunan rumah tinggal yang terletak di Jalan Dr Wahidin No. 38 Semarang. Bangunan ini didirikan pada tahun 1938 oleh arsitek Liem Bwan Tjie.
Itulah tadi sedikit pengenalan tentang gaya arsitektur yang muncul pada zaman kolonial. Gaya arsitektur kolonial seringkali mencerminkan perpaduan antara elemen-elemen lokal dengan gaya-gaya arsitektur yang dibawa oleh penjajah dari negara asal mereka. Hal ini menciptakan suatu karya seni yang unik dan memukau, serta memberikan insight yang menarik tentang dinamika budaya dan kekuasaan pada masa itu. Dengan memahami lebih dalam tentang gaya arsitektur kolonial, kita dapat lebih menghargai warisan budaya yang ada dan memahami peran pentingnya dalam pembentukan identitas suatu bangsa atau wilayah.
Referensi:
Handinoto. 2012. Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada masa Kolonial. Yogyakarta: Graha Ilmu
By Reyvan Maulid | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id