Pilihan Jurusan Kuliah: Kenali Peminatan Jurusan Manajemen yang Tepat!
Desember 12, 2024
4 Kemampuan Masuk Jurusan Arsitektur
Desember 12, 2024

Pekantara UMN : Radicalism Threat To Peace and Justice

Seminar oleh Beka & Matius (Dok. UMN)

Tangerang – Berlanjut pada hari ketiga Pekantara UMN Pada (11/12/2024), menyelenggarakan seminar tentang radikalisme kepada mahasiswa. Seminar ini ditujukan untuk mengedukasi mahasiswa tentang bahaya dari radikalisme untuk kedamaian negara. Dinarasumberi oleh  Beka ulung Hapsara selaku Komisioner komnas HAM 2017-2022 dan Dewan Pengarah Jaringan GUSDURian Indonesia dan Dr. Matius Ali, S.Sn., M.Hum., selaku Dosen FSD UMN.

Indonesia merupakan negara multikultural yang memiliki beragam bahasa, suku, dan kepercayaan. Hal ini seharusnya menjadikan Negara Indonesia serta masyarakat Indonesia menjunjung tinggi toleransi. Namun melihat realita saat ini masih banyak intoleransi dan radikalisme di Indonesia yang bisa membahayakan masyarakat Indonesia yang multikultural. 

“Kalau bicara soal toleransi dan intoleransi itu akarnya bisa lihat dari dua hal kebebasan beragama dan keyakinan sama kebebasan berpendapat dan ekspresi, radikal bukan tentang agama dan ajaran agama, politik, ekonomi, tapi dari perspektifnya seperti itu. Tapi kalau melihat kebebasan agama cakupannya berhati nurani dan beragama. Cakupan kedua pilih kepercayaan sendiri, dari HAM itu manusia bisa pilih beragama atau tidak, kebebasan menjalankan kepercayaan dalam kegiatan ibadah pentaatan pengalaman dan pengajaran”, ucap Beka.

Walaupun setiap manusia memiliki hak masing-masing untuk memilih kepercayaan namun negara tetap bisa memberi batasan. Batasan yang diartikan disini adalah Pembatasan KBB dan hanya dilakukan jika dibutuhkan. Beka memberi contoh mudahnya seperti seseorang melakukan ibadah di tengah jalan yang mengganggu hak kehormatan publik atau mengancam keamanan publik dan personal.

“Hal lainnya setiap manusia memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi, ini termasuk juga pada kebebasan untuk mencari, memberi, dan menerima informasi. Bentuk informasinya juga bisa melalui banyak cara gambar, lisan, atau cetakan. Sama saja dengan kegiatan Pekantara saat ini mahasiswa bebas mengekspresikan melalui informasi dan menyampaikan ke publik” lanjut Beka. 

Beka juga menjabarkan dampak dari radikalisme kepada manusia, seperti kekerasan dalam berbagai bentuk salah satunya adalah terorisme, trauma, konflik komunal, kerugian ekonomi, pembatasan kebebasan beragama dan berekspresi yang lebih ketat.

Seminar dilanjutkan oleh Matius, membahas tentang radikalisme dari sisi filsafat, bagi Matius radikalisme bisa muncul karena tumbuh politik radikal dan banyak orang yang menafsir dengan cara yang salah. Bagi Matius memahami suatu hal secara mendalam merupakan hal yang baik namun tidak boleh ke arah yang sempit.

“Apa yang bisa kita lakukan? Yaitu moderasi, berasal dari bahasa latin moderátio yang artinya kesedangan tidak berlebihan tidak kekurangan. Artinya kita harus memiliki pengendalian diri dari sikap-sikap kita baik yang berlebihan maupun kekurangan”, ucap Matius. 

Bagi matius moderasi beragama harus menunjukan sikap toleran dan menghargai adanya perbedaan-perbedaan yang ada, sehingga kita perlu menerima keberadaan pihak lain dan menolak kekerasan. Melalui moderasi beragama ini bisa menjadi kunci untuk memupuk toleransi dan perdamaian baik secara lokal, nasional, dan internasional.

“Plato mengungkapkan satu warisan ‘pramila’ itu tidak akan jalan tanpa keadilan, jadi keadilan itu sebenarnya poros utama, jika tidak seimbang bisa terjadi konflik”, tutup Matius.

 

By Rachel Tiffany Tanukusuma | UMN News Service

Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id 

Verified by MonsterInsights