Kuliah Tamu MMT UMN : Economic Returns in Innovating Strategy
September 5, 2019Indonesia Writers Festival 2019 : Empowering Indonesians Through Writing
September 6, 2019TANGERANG – Selama ini terjadi miskonsepsi akan sosok jurnalis yang netral dalam memberitakan suatu peristiwa. Keberanian berpihak pada kepentingan publik adalah hal yang penting. Hal tersebut disampaikan Pendiri Narasi TV Najwa Shihab dalam Indonesia Writers Festival (IWF) 2019 pada talkshow bertajuk ‘Milenial Harus Melek jurnalistik’ di Function Hall UMN pada Jumat (6/9).
Najwa menerangkan bahwa jika hanya sikap netral yang dihadirkan dalam suatu pemberitaan dan tulisan, maka hal itu merupakan suatu penipuan dan pembodohan. Karena jika hanya melakukan aktivitas cover both side tanpa memberikan konteks, maka tidak akan ada hasil yang ingin dicapai.
“Sebenarnya tidak ada salahnya untuk berpihak, karena harus dibedakan antra netral, berpihak, dan independen. Netral itu artinya tidak berpihak ke siapa-siapa. Sedangkan independen itu berani mendahulukan kepentingan publik, karena tidak ada kepentingan dan pengaruh dari pihak-pihak berkepentingan,” terang Najwa.
Najwa menambahkan, proses verifikasi dan fact checking yang baik perlu dilakukan agar kebenaran dan kepentingan publik bisa dicapai
“Contoh konkret saya berikan pada saat Mata Najwa mengkritisi PSSI secara habis-habisan. Di situ saya tidak bersifat netral dan sangat memihak untuk kepentingan publik. Yang penting adalah independen, karena secara pribadi saya tidak mempunyai keinginan menjadi ketua PSSI atau memilki klub bola. Saya hanya ingin PSSI bersih dari korupsi dan mafia-mafia keluar dari lapangan,” tambah Najwa.
Pada saat yang sama, Novelis Indonesia Ayu Utami menjelaskan bahwa kemampuan berfikir dan mencerna informasi dari suatu pemberitaan itu penting dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda. Karena dengan begitu banyak informasi yang tersebar, dengan proses filter yang tepat, melihat keberpihakan yang benar, itu bisa dilihat.
“Jaman sekarang ini sebenarnya memperbanyak informasi itu bukanlah sebuah prioritas akan mengkonsumsi sebuah berita, tapi yang diperlukan itu adalah sebuah kemampuan atau skill software agar para konsumen memiliki pemikiran yang terbuka dan tidak bersifat dogmatis,” jelas Ayu.
Menurut Ayu, hal tersebut terkadang masih memiliki tantangan, karena konsep pendidikan yang bersifat dogmatis.
“Itu semua sebenarnya adalah hasil dari konsep pendidikan kita yang sudah lama bersifat dogmatis, di mana hanya mengetahui bahwa hanya ada satu hal yang dianggap sebuah kebenaran. Sehingga untuk mengetahui fakta yang sebenarnya akan cukup sulit, karena konsep berpikir yang cenderung tertutup,” tutup Ayu. (YSP/CRA)
*by Yoga S. Putra – Universitas Multimedia Nusantara News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id