Skytalk: Manfaat IOT Untuk Industri Retail
Mei 25, 2018FGD: Forum Diskusi Anti Narkoba Bersama Satgas Kampus Se-Jakarta-Banten
Mei 28, 2018TANGERANG – Kemahasiswaan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menyelenggarakan Seminar Anti Radikalisme dan Terorisme di Lecture Theatre Tower PK Ojong UMN pada Sabtu (26/5/2018). Seminar yang menghadirkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen. Pol. Ir. Hamli, M. E. tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari pengamalan nilai-nilai Pancasila dan cinta Tanah Air dan upaya menyikapi maraknya gerakan radikal.
Pada kesempatan tersebut, Hamli menjelaskan tiga dimensi radikalisme dan terorisme, yakni dimensi pemahaman atau pemikiran, dimensi sikap dan dimensi tindakan. Dengan menyoroti dimensi yang pertama, Hamli mengingatkan kapada para mahasiswa bahwa radikalisme dan terorisme bisa berawal dari pikiran, yakni pikiran yang mengarah pada intoleransi.
“Radikalisme dan terorisme berawal dari sikap intoleransi. Intoleransi ini bisa lahir karena hal-hal yang terlalu diseragamkan, sehingga seseorang tidak terbiasa untuk menerima perbedaan. Ketika terbiasa dengan perbedaan, kita terbiasa untuk bertoleransi dengan perbedaan tersebut,” jelas Hamli.
Radikalisme dan terorisme juga bisa lahir dari literasi yang rendah. Menurut UNESCO, Indonesia menduduki posisi ke-65 dari 70 negara dalam hal kecakapan literasi. Faktor rendahnya literasi memudahkan seseorang untuk membagikan kiriman pemberitaan yang mengandung unsur ajakan terorisme dan radikalisme.
“Jadi, hati-hati ketika menge-share sesuatu. Yang tidak bermanfaat jangan di-share. Sebelum di-share, disaring dulu, dilihat. Mungkin dua tiga hari kedepan, Undang-Undang Terorisme akan ditandatangani, karena kemarin sudah disahkan,” lanjutnya.
Baca juga : Dinas Pendidikan Balikpapan Berantas Radikalisme Melalui Cara Ini
Faktor rendahnya literasi juga memungkinkan seseorang menyebarkan teks keagamaan tanpa memahami konteksnya terlebih dahulu. “Padahal kalau kita beragama, seharusnya saat membaca sesuatu kita tidak tekstual, tetapi kontekstual,” tegasnya.
Lebih lanjut Hamli menghimbau para peserta seminar untuk tidak mengasosiasikan radikalisme dan terorisme dengan agama tertentu. Hal itu dikarenakan radikalisme dan terorisme sudah melanda semua agama di dunia sejak jaman klasik, abad pertengahan, hingga jaman modern saat ini.
“Radikalisme dan terorisme tidak ada kaitannya dengan agama yang dianut oleh pelaku. Namun, orang-orang ini sering menggunakan agama untuk melegitimasi pekerjaannya, dengan menggunakan dalil-dalil yang ada,” lanjut Hamli.
Radikalisme dan terorisme juga sudah menyusup ke banyak pihak, mulai dari insitusi pemerintah, institusi swasta, organisasi massa, hingga lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi. Oleh sebab itu, Hamli mengingatkan kepada para mahasiswa untuk menolak segala bentuk paham yang mencurigakan di lingkungan kampus, misalnya paham yang mewajibkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti melakukan kekerasan tanpa alasan yang jelas.
Baca juga : Kuliah Tamu: Menjadi Pemimpin Muda yang Anti-Hoax dan Anti-Ujaran Kebencian
Hamli menambahkan, untuk menolak paham mencurigakan, mahasiswa harus mengenal metode-metode perekrutan yang dilakukan oleh para pelaku radikalisme dan terorisme. Pada umumnya, ada dua metode perekrutan yang sering dilakukan, yakni secara online dan offline. Menurut Hamli, perekrutan online adalah yang paling harus diwaspadai mahasiswa, karena ini menjadi metode yang paling masif dilakukan sejak 5 tahun terakhir.
Sedangkan untuk perekrutan metode offline, bisa datang dari diskusi-diskusi di lingkungan pertemanan, persaudaraan, bahkan keluarga.
“Keberadaan sebuah hubungan akan mempermudah penyebaran paham. Jadi (didalam) pertemanan itu hati-hati, kalau anda punya komunitas yang kelihatannya satu sama lain sudah mulai ada yang seperti ini (mencurigakan), ya hindari,” lanjut Hamli.
Pada akhir acara, Hamli menasihati para mahasiswa untuk ikut mempertahankan keamanan dan kedamaian Indonesia. Salah satunya bisa dimulai dengan tidak dimulai mengkritik agama lain, sekaligus tidak mudah terdorong untuk melakukan perlawanan apabila bertemu dengan pelaku pengkritikan.
“Tidak semua anak-anak sebaya dengan Anda bisa bersekolah. Maka, jangan bergabung atau mengikuti orang-orang seperti ini (radikal). Selesaikan sekolah, senangkan kedua orang tua, supaya bisa lebih mandiri dan memperoleh kehidupan yang lebih baik,” tutup Hamli.
Turut hadir dalam seminar tersebut, Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan Ika Yanuarti, Ketua BEM UMN Julian Rizki dan Wakil Ketua BEM Rosemarie Vania. (*/CRA)
*by Mario baskoro – Universitas Multimedia Nusantara News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id