Mewujudkan Literasi Zaman Now
September 9, 2019IMAGO 4.0: Pameran Karya Seni Mahasiswa UMN
September 9, 2019
Tangerang – Terlibat dalam pembuatan film layar lebar adalah pengalaman yang menakjubkan. Namun di saat yang sama, memproduksi film juga melahirkan beragam tantangan sehingga banyak sekali hal yang harus dipertimbangkan. Hasilnya, seringkali timbul ketakutan-ketakutan, seperti takut tidak memperoleh penilaian yang bagus, takut tidak mampu menyelesaikan film karena keterbatasan tertentu, dan lain sebagainya.
Namun, sebenarnya ketakutan-ketakutan yang dirasakan oleh pembuat film pemula juga timbul dalam setiap diri pembuat film layar lebar, bahkan sekelas sutradara film Indonesia Gina S Noer dan penulis naskah Jenny Jusuf sekalipun. Dalam takshow bertajuk “Ngobrolin Produksi Film Indonesia” yang diselenggarakan di Function Hall Universitas Multimedia Nuantara pada Sabtu (7/9) lalu, kedua moviemaker tersebut membagikan banyak pengalamannya dalam mengatasi hambatan-hambatan saat terlibat dalam pembuatan film.
Jenny Jusuf pernah mengalami ketakutan saat menulis skenario untuk Filosofi Kopi, film pertamanya. Mengingat Filosofi Kopi adalah film yang diadaptasi dari novel milik Dewi Lestari dengan judul yang sama, Jenny tentu khawatir film yang ditulisnya akan mendapatkan review negatif karena tidak mampu memenuhi ekspektasi penggemar asli novel tersebut.
“Saya ingat waktu sebuan sebelum filmnya tayang, itu tiap kali ada orang yang mention Filosofi Kopi walaupun konteksnya baik, saya merasa mules, kayak pengen kabur, pengen lari, mual, gitu,” kata Jenny.
Namun, Jenny bersikukuh, ketakutan-ketakutan tersebut sebenarnya adalah sesuatu muncul dari pikiran diri sendiri. Ketika pembuat film berhasil mengatasi ketakutannya, akan muncul kepuasan yang tinggi ketika karyanya tayang dan ditonton oleh banyak orang.
“Saya waktu itu inget saya nangis, karena baru kali itu saya melihat apa yang saya tulis selama berbulan-bulan ada di layar sedemikian besar dan ditonton oleh banyak sekali orang. Itu pengalaman yang buat saya tidak akan terlupakan sampai sekarang,” kata Jenny.
Tidak berbeda jauh dengan Jenny, Gina juga sudah mengalami banyak hambatan ketika pertama kali membuat film. Ia bercerita bagaimana dirinya mengeluarkan uang dan tenaga yang lebih agar mendapatkan akses ke fasilitas-fasilitas untuk perekaman dan pengeditan film yang keberadaannya sangat terbatas.
“Jadi sebenarnya sih kalian generasi yang beruntung banget ada di saat ini. Karena, modal kamu adalah handphone. Itu bisa merekam gambar, bisa merekam suara, sekarang ini tuh semua fasilitas sudah ada di depan mata,” kata sutradara film Dua Garis Biru tersebut.
Bahkan, Gina pun tidak menampik, bahwa draft film yang pertama kali dibuat oleh pembuat film pemula selalu buruk. Gina bahkan mengaku masih terus merasakan hal itu setiap membuat film layar lebar sampai sekarang. Naskah pertama dari film apapun yang Gina garap sudah pasti belum sempurna.
“Tapi semakin kalian cepat ngeluarin draft, semakin rajin kalian tepat deadline, semakin sering revisi, akan lebih cepat menghasilkan draft yang siap shooting. Dan itu berlaku di level manapun,” kata Gina.
Mulailah dari Cerita
Aktor film Indonesia Reza Rahardian yang juga menjadi pembicara dalam acara ini mengingatkan, untuk memulai langkah awal sebagai pembuat film, mulailah dengan sebuah cerita. Saat membuat cerita, kata Reza, harus dilakukan dengan fokus, tanpa perlu memusingkan hal-hal teknis.
“Mau bikin tentang apa, ceritanya tentang apa, yang paling dekat aja, bisa diskusi dengan teman-teman di sekolah punya ide apa yang paling dekat dengan tema tersebut,” kata Reza.
Reza pun juga menjelaskan bagaimana pentingnya menetapkan sebuah karakter yang baik di dalam cerita. Menurut Reza, karakter yang baik dalam sebuah cerita adalah karakter yang mampu hadir sebagai ‘manusia yang sesungguhnya’.
“(Jangan) misalnya dia enggak boleh punya cacat, harus sempurna, nah hindarilah itu. Kalau saya pasti akan dikulik-kulik, saya cari, apa yang akan membuat dia lebih manusiawi,“ kata Reza.
Sedangkan menurut Jenny, karakter akan menjadi ‘manusia yang sesungguhnya’ ketika ia memiliki kelemahan. Dengan begitu, kata Jenny, penonton akan mampu menemukan diri mereka dalam perjalanan karakter yang mereka saksikan dalam sebuah film.
“Jadi itu satu hal yang selalu saya ajukan ke sutradara, saya bilang, ‘saya boleh enggak karakternya saya utak-atik sedikit ?’ Saya adalah penggemar kelemahan dalam sebuah cerita atau karakter, karena buat saya, karakter yang punya kelemahan adalah karakter yang manusia,” jelas Jenny.
Selain menyusun cerita dan menentukan karakter yang baik, tips kedua adalah memperbanyak menonton film dan membaca literatur, termasuk komik. Gina mengatakan, cara ini akan membuat seseorang akan mampu memahami banyak bahasa visual.
“Makin suka nonton film, atau baca komik, akan makin paham bahasa visual. Itu akan sangat membantu ketika bikin film. Kalian tahu kapan harus pakai (angle kamera) close up, kapan harus wide shot dan sebagainya,” jelas Gina.
Tips ketiga, adalah memperluas jaringan, lewat berkenalan dan bekerjasama dengan teman-teman yang mempunyai kesamaan ketertarikan di bidang film. Menurut Gina, cara ini akan memudahkan ketika hendak menyusun tim dan menentukan pemain.
Namun, Gina mengingatkan, juga tidak kalah penting untuk memastikan komitmen dari setiap anggota tim. “Dulu saya memulai film waktu SMA dari 12 orang (yang diajak buat film) akhirnya cuma bertahan 5 orang,” kata Gina.
Setelah punya tim yang solid, kata Gina, pembuat film pemula bisa menambah lagi jaringannya dengan terlibat dalam festival dan lomba pembuatan film.
“Dengan kayak gitu akan ketemu orang-orang (yang ahli dalam pembuatan film), akan ketemu film maker senior yang bisa hasil karya kalian dan akan comment, dan disitu akan ketemu ekosistem yang akan menuntun kamu menuju film maker seperti apa yang kalian mau,” kata Gina.
Tips terakhir, adalah mensyukuri apapun yang sudah ada. Jenny mengatakan, salah satu yang menghambat kreatifitas pembuat film adalah terlalu berfokus dengan apa yang belum dimiliki untuk kemudian dibanding-bandingkan. Membuat film dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada sebaik mungkin, menurut Jenny, akan membuat prosesnya lebih jujur dan menyenangkan.
“Buat saya selama punya handphone, laptop, internet, sosial media apalagi, kita sekarang sudah ada dimudahkan dengan adanya teknologi-teknologi ini. Dulu saya waktu mulai belajar nulis, itu saya nulisnya pakai tangan, kalau enggak pakai komputer di warnet. Dan waktu saya mulai belajar nulis skenario yang betulan, saya belajar dari internet dan dari YouTube,” kata Jenny.
Talkshow Ngobrolin Produksi Film Indonesia merupakan bagian dari Indonesia Writer Festival yang diselenggarakan oleh media IDN Times dari 6 hingga 7 September 2019 di Universitas Multimedia Nusantara. Acara ini menghadirkan banyak pembicara yang memiliki kompetensi di bidang kepenulisan buku, lagu, film, dan jurnalisme. (*/YC)
*by Mario Baskoro – Universitas Multimedia Nusantara News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id