Kekerasan seksual saat ini sudah termasuk dalam golongan kekerasan luar biasa. Beranjak dari keprihatinan terhadap hal tersebut, UMN Juice mengadakan diskusi mengenai kekerasan seksual di Indonesia dan screening film The Hunting Ground di Lecture Hall UMN, Serpong, Rabu (12/10).
Dalam diskusi tersebut, hadir beberapa pembicara, yaitu, Dimas Subagio dari komunitas Lentera, Ferena Debineva (pendiri dan ketua SGRC-UI) dan Irma Yuni (Student Support dan Conseling UMN).
Dimas mengatakan, kekerasan seksual hingga kini terjadi lantaran pemaksaan kehendak oleh pelaku. Apalagi, kekerasan ini sudah dianggap biasa oleh sebagian besar masyarakat.
“Setiap hari kita selalu bersinggungan dengan masalah ini. Kita merasa sudah biasa. Hal tersebut menjadi dasar kekerasan seksual yang tidak boleh berlanjut,” katanya.
Ia menambahkan, pada Juni 2016, Lentera bersama Change.org, membuat sebuah kuesioner, di mana dari 25 ribu responden, 93 persen kasus yang mengalami kekerasan seksual tidak pernah melapor.
“Angka tersebut sebenarnya seperti teori puncak gunung es,” geram Dimas.
Salah satu faktor terjadinya kekerasan seksual, lanjut Dimas, yaitu budaya masyarakat yang mempraktiskan apa saja. Contohnya, anak laki-laki yang nakal dianggap perilaku biasa. Untuk itu, dengan pengesahan undang-undang perlindungan kekerasan seksual yang dilakukan DPR pada Rabu (12/10), Dimas berharap, pelaku kekerasan seksual harus diberikan hukuman yang mampu menjerakanya dan perlindungan kepada korban.
Sementara itu, Ferena mengungkapkan, masyarakat tidak boleh mementingkan dan menyibukan diri sendiri di tengah permasalahan kekerasan seksual.
“Ini kekerasan terhadap manusia. seharasnya tidak terjadi dengan alasan apapun,” tuturnya.(*)
by Christoforus Ristianto – Universitas Multimedia Nusantara News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Teknik Informatika | Sistem Informasi | Sistem Komputer|Akuntansi|Manajemen|Ilmu Komunikasi | Desain Komunikasi Visual, di Universitas Multimedia
