UMN Gandeng Astragraphia Sebagai Perjanjian Kerjasama Rekrutmen
Desember 12, 2023Satu-satunya dari Indonesia, Film Baru Dosen UMN “Watch It Burn” Menang Penghargaan IEFTA di Italia
Desember 15, 2023TANGERANG – Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Multimedia Nusantara (UMN) mengundang Kedutaan Besar Jerman di Jakarta untuk membahas Artificial Intelligence (AI) dalam mata kuliah Ethical Engineering. Pertemuan ini dilakukan secara offline di kampus UMN pada Senin (23/11).
Tiga orang perwakilan dari Kedutaan Besar Jerman Jakarta berkunjung ke UMN, yaitu Marc Lendermann (Kepala Divisi/Direktur Kebijakan Digital Internasional untuk Digitalisasi dan Infrastruktur), Celine Becker (Project Leader untuk Dialog Digital Jerman-Indonesia), dan Jan Groschoff (Departemen Ekonomi).
Dalam pertemuan ini, Lendermann memimpin diskusi. Ia memulai diskusi dengan membahas tantangan AI dan AI ACT. Menurut siaran pers dari Dewan Eropa Uni Eropa, rancangan peraturan AI ACT bertujuan untuk memastikan bahwa sistem AI yang ditempatkan di pasar Eropa dan digunakan di Uni Eropa aman dan menghormati hak-hak dasar dan nilai-nilai Uni Eropa. Proposal penting ini juga bertujuan untuk merangsang investasi dan inovasi dalam AI di Eropa.
Masalah Artificial Intelligence dan Kekayaan Intelektual
Salah satu aspek dari AI ACT yang disampaikan oleh Lendermann adalah mengenai hak cipta. Ia mengatakan bahwa dengan adanya AI ACT, perusahaan yang menggunakan AI harus transparan tentang bagaimana sistem ini dikembangkan.
“Beberapa aturan mengatakan bahwa perusahaan harus memberikan laporan terperinci tentang data atau materi yang telah digunakan untuk melatih sistem. Jadi, penulis materi tersebut– mereka yang membuat gambar, yang menulis teks atau membuat video atau audio, mereka dapat melihat apakah materi yang mereka miliki hak ciptanya telah digunakan untuk melatih sistem,” jelas Lendermann.
Lendermann menambahkan bahwa terlepas dari itu, masih ada lebih banyak pertanyaan yang belum terjawab-seperti seberapa detail informasi yang harus diberikan? Sejauh mana perusahaan harus memberikan informasi? Masih ada beberapa ketidakpastian yang kami harap akan segera terjawab.
Hak cipta dan kekayaan intelektual adalah masalah besar terkait AI, khususnya yang berhubungan dengan seni seperti gambar, video, musik, dll. Banyak seniman sekarang telah menggunakan media sosial dan bahkan pengadilan karena mereka percaya bahwa hak cipta seni mereka telah digunakan untuk melatih AI generatif. Anda dapat membaca lebih lanjut tentang AI dan kekayaan intelektual di sini.
Masih Ada Kekurangan Tenaga Ahli AI
Tantangan lain dalam AI adalah kebutuhan akan skilled AI talents atau orang-orang yang ahli di bidang AI. Ada banyak peneliti dan institusi terkemuka di bidang AI, tetapi ada kekurangan tenaga kerja dengan pelatihan yang memadai untuk AI.
“Salah satu tantangan bagi kami adalah meningkatkan keterampilan tenaga kerja kami dengan memberikan pelatihan dan tantangan lainnya adalah membawa orang-orang dari luar negeri yang memiliki talenta yang kami butuhkan untuk bekerja di universitas dan perusahaan, serta dapat berkontribusi pada ekosistem AI dalam negeri. Jadi, ada banyak ruang untuk potensi kerja sama antar negara,” kata Lendermann.
Tidak ada batasan dalam hal AI. Orang-orang saling bertukar informasi lintas batas. Oleh karena itu, penting untuk membangun tata kelola internasional untuk AI. Lendermann mengatakan bahwa saat ini ada berbagai proses dan rencana yang bertujuan untuk melakukannya.
Salah satu contohnya adalah pertemuan di Delhi, India, yang disebut dengan Global Publisher of Artificial Intelligence (GPA). Ini adalah forum di mana lebih dari 20 negara berkoordinasi satu sama lain terkait pertanyaan-pertanyaan tentang AI, bagaimana mengaturnya, dan bagaimana mengatasinya.
“AI adalah salah satu teknologi dengan pertumbuhan tercepat yang menarik adopsi secara luas dan merupakan tantangan bagi para pembuat kebijakan untuk melacaknya dan dialog AI internasional memainkan peran penting. Oleh karena itu, kami sangat senang dengan adanya dialog industri Jerman-Indonesia di mana kami dapat mendiskusikan topik-topik ini di pemerintahan,” ujar Lendermann. Ia juga berharap kedua negara dapat bekerja sama dan belajar dari satu sama lain.
Masa Depan Artificial Intelligence: AI Tidak Akan Menggantikan Pekerjaan Manusia
“Ketakutan bahwa AI akan menggantikan pekerjaan manusia adalah hal yang berlebihan,” ujar Lendermann, berbicara tentang masa depan AI. Sulit untuk memprediksi masa depan AI secara pasti karena AI berkembang dengan cepat, tetapi AI tidak akan menggantikan pekerja, melainkan membantu mereka menjadi lebih produktif.
Dia juga membagikan sebuah studi dari Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization), sebuah organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berbasis di Jenewa dan Swiss. Studi tersebut menemukan bahwa AI tidak akan menggantikan pekerjaan.
“AI akan membantu para pekerja menyingkirkan pekerjaan rutin dan membantu mereka fokus pada pekerjaan yang membutuhkan kerja intelektual yang benar-benar membutuhkan pemikiran. Jadi, menurut penelitian terbaru, cukup beralasan untuk berasumsi bahwa AI tidak akan membuat pekerjaan menghilang, tetapi akan mengubah cara kita bekerja. Ini adalah salah satu hal yang paling jelas yang bisa kita prediksi saat ini,” kata Lendermann.
Pertemuan diakhiri dengan sesi tanya jawab singkat antara Lendermann dan mahasiswa Teknik dan Informatika UMN. Kami berharap diskusi ini dapat membantu mahasiswa untuk lebih memahami AI dan mendorong mahasiswa untuk turut ikut membentuk masa depan AI!
By Levina Chrestella Theodora | UMN News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Informatika| Sistem Informasi | Teknik Komputer | Teknik Elektro | Teknik Fisika | Akuntansi | Manajemen| Komunikasi Strategis | Jurnalistik | Desain Komunikasi Visual | Film dan Animasi | Arsitektur | D3 Perhotelan , di Universitas Multimedia Nusantara. www.umn.ac.id