Emak : Sebuah Penantian yang Pilu di Hari Raya
Oktober 20, 2016Ohayou from Japan
Oktober 21, 2016Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang nenek selain dapat berkumpul bersama dengan anak dan cucu di suatu hari raya. Akan tetapi, kebahagiaan itu hanyalah sebuah angan tatkala anak cucunya lebih memilih untuk pergi ke tempat lain daripada mengunjungi dirinya.
Bagi emak, imlek merupakan hari yang sangat ditunggu, karena saat itulah ketiga anaknya dapat berkumpul bersama dengan menantu dan cucu-cucu. Ia yang sehari-harinya tinggal berdua dengan anak bungsunya di sebuah rumah yang kecil, menantikan keramaian kembali menghiasi rumahnya. Sejak jauh-jauh hari, emak telah menghubungi satu per satu anaknya dan menanyakan apakah dapat mengunjungi dirinya. Ia pun telah mempersiapkan angpao berisikan uang koin hasil dari usaha warungnya untuk cucu-cucu tercinta.
Emak kerap membayangkan hari bahagia tersebut, di mana para cucunya tersenyum gembira menerima angpao darinya. Meskipun buta, Ia berharap bahwa keramaian di sekitarnya akan membuatnya senang. Hingga hari imlek pun tiba, Emak yang sudah berdandan rapi hanya dapat duduk menunggu. Dua anaknya tidak ada yang datang mengunjunginya.
Itulah sepenggal cerita dari film pendek berjudul ‘Emak’ besutan Rahardwiyan Aristya Putra dan diproduseri oleh Stephanie Pascalita (Film, 2013). Film yang mengangkat tema kebudayaan imlek dan mengandung unsur pendidikan serta keluarga tersebut berhasil meraih apresiasi dari Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2016 sebagai Film Pendek karya mahasiswa Terbaik. Penghargaan tersebut diberikan di Manado pada Oktober 2016.
“Kami tidak menyangka bahwa film ini akan menang karena kompetitor kami cukup berat,” tutur Rahardwiyan. Akan tetapi, pesan moral yang kuat dari film tersebut menghantarkan mereka pada prestasi ini.
Cerita di film ‘Emak’ ini berawal dari pengalaman pribadi sang sutradara. “Nenek saya sudah tidak dapat melihat, dan dulu setiap bertemu saat imlek selalu dikasih duit koin. Maka dari itu, film ini juga sebagai wujud persembahan untuk keluarga,” tuturnya.
Selain jalan cerita, film ‘Emak’ ini juga menjadi lebih istimewa dengan kehadiran Maria Oentoe sebagai pemeran Emak. Maria merupakan aktris pendukung senior kelahiran tahun 1948 yang kerap tampil bersama aktris-aktris terkenal pada jamannya. Ia juga merupakan perintis profesi dubber di radio Indonesia dan suaranya masih terdengar di bioskop XXI hingga sekarang, memberikan pengumuman “Pintu teater telah dibuka.” Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kedua sineas muda tersebut untuk dapat bekerjasama dengan Maria.
Dalam mata kuliah directing, mereka dibimbing untuk dapat memilih aktor yang sesuai serta mengarahkan akting mereka, sehingga ketika berhadapan dengan aktris senior pun mereka sudah tidak kaget dan mampu menghasilkan karya yang terbaik.
Film ‘Emak’ juga telah diputar dalam beberapa festival film seperti screening di festival film Solo serta UMN Screen di Goethe Haus bulan Mei 2016. (*)
by Debora Thea – Universitas Multimedia Nusantara News Service
Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Teknik Informatika | Sistem Informasi | Sistem Komputer|Akuntansi|Manajemen|Ilmu Komunikasi | Desain Komunikasi Visual, di Universitas Multimedia