Mau Magang dan Mendapatkan Beasiswa di Jerman?
April 22, 2016Indonesia Terancam Kesulitan Akses Internet pada 2020
April 22, 2016Sumber : CIMA
Jika Indonesia tidak melakukan transisi dari analog ke digital, Anang Latif dari Kementerian Komunikasi dan Informatika memprediksi pada 2020 negara kekurangan 600 mega broadband sehingga aktivitas seperti mengunduh file bisa terhambat atau bahkan tidak bisa dilakukan.
Setidaknya 120 negara, termasuk Indonesia, tengah mempersiapkan transisi dari televisi analog ke digital, menurut data Center for International Media Assistance (CIMA) pada awal 2015. Rencana digitalisasi penyiaran Indonesia dimulai sejak 2007, tetapi hingga kini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih mendiskusikan perancangan regulasi tersebut.
“(Transisi ini adalah) sebuah perubahan lifestyle, perubahan teknologi, kita jadi punya banyak pilihan,” kata Anang dalam seminar “Memahami Digitalisasi Penyiaran” di Universitas Multimedia Nusantara (20/04/2016) yang diselenggarakan oleh Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG).
Digitalisasi Televisi
Elnino Husein dari DPR menguraikan, “Digitalisasi ibarat sekavling tanah, pulau, tapi terbatas, ga nambah-nambah juga. Lalu, pulau itu dibagi-bagi, dikavling-kavling oleh televisi-televisi, operator seluler. Itu kan analog, kalo satu kavling satu rumah. Digitalisasi membuat satu kavling bisa banyak gedung.”
Transisi televisi digital bukan hanya menjadikan gambar yang kelak diterima penonton lebih jernih, melainkan juga mengubah model bisnis. Kini pasar televisi di Indonesia dikuasai beberapa grup media. Sementara, pasar televisi digital nanti bisa jadi “single player mux” alias dikuasai satu pihak saja yaitu negara atau “multi player mux” alias ada pula kompetisi swasta.
Elnino menegaskan, “Kita mau single player. Negaralah yang membangun channel-channelnya dan semua TV menyewa ke negara.” Ditambahkannya, jika itu terjadi, negara berkuasa mematikan siaran televisi yang tidak mengikuti aturan negara.
Namun, menurut seorang produser di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia, Yulika, “Single player mux lebih mahal (harganya daripada multi player mux) karena demokrasi digadaikan. Kita kembali ke Orde Baru.” (*)